Kursi dan Daerah Pemilihan Kutai Timur

K A J I A N
MENGENAI JUMLAH KURSI DAN DAERAH PEMILIHAN
DPRD KABUPATEN/KOTA
DI KABUPATEN KUTAI TIMUR
Berdasarkan
UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2008
Tentang
Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah



Pendahuluan

Dalam consideran menimbang UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, pada huruf (c) disebutkan bahwa dengan berlakunya UU No. 10 Tahun 2006 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menjadi Undang-undang dan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum serta adanya perkembangan demokrasi dan dinamika masyarakat, maka Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah perlu diganti. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk sampai dengan 100.000 (seratus ribu) jiwa memperoleh alokasi 20 (dua puluh) kursi;
Ini berarti Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dirumuskan dan ditetapkan guna menyesuaikan antara ketentuan hukum dengan perkembangan demokrasi dan adanya perkembangan dinamika yang terjadi dalam masyarakat.

Dalam upaya mewujudkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sebagaimana yang disebutkan dalam consideran menimbang huruf (b), secara prinsip seluruh rakyat harus dilibatkan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Upaya untuk melibatkan seluruh rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan pancasila dan UUD 1945 diwujudkan melalui sistem perwakilan, yang untuk kabupaten/kota disebut dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan selanjutnya dapat disingkat DPRD.

Ketentuan mengenai Kursi dan Daerah Pemilihan DPRD Kabupaten/Kota

DPRD sebagaimana yang disebutkan dalam consideran menimbang huruf (a) UU No. 10 Tahun 2008, merupakan penyalur aspirasi politik masyarakat. Sebagai lembaga perwakilan yang menyalurkan aspirasi politik masyarakat, jumlah anggota DPRD tentu saja harus seimbang dengan jumlah masyarakat yang diwakili dan disalurkan aspirasi politiknya, sehingga landasan penentuan jumlah kursi didasarkan pada jumlah penduduk. Hal ini sebagaimana yang telah diatur dalam UU No. 10 Tahun 2008 pasal 26, yang menyebutkan bahwa:
  1. Jumlah Kursi DPRD Kabupaten/Kota ditetapkan paling sedikit 20 (dua puluh) dan paling banyak 50 (lima puluh)

  2. Jumlah kursi DPRD Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada jumlah penduduk kabupaten/kota yang bersangkutan dengan ketentuan :

  • Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 100.000 (seratus ribu) jiwa sampai dengan 200.000 (dua ratus ribu) jiwa memperoleh alokasi 25 (dua puluh lima) kursi;

  • Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 200.000 (dua ratus ribu) jiwa sampai dengan 300.000 (tiga ratus ribu) jiwa memperoleh alokasi 30 (tiga puluh) kursi;

  • Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 300.000 (tiga ratus ribu) jiwa sampai dengan 400.000 (empat ratus ribu) jiwa memperoleh alokasi 35 (dua puluh lima) kursi;

  • Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 400.000 (empat ratus ribu) jiwa sampai dengan 500.000 (lima ratus ribu) jiwa memperoleh alokasi 40 (empat puluh) kursi;

  • Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 500.000 (lima ratus ribu) jiwa sampai dengan 1.000.000 (satu juta) jiwa memperoleh alokasi 45 (empat puluh lima) kursi;

  • Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 1.000.000 (satu juta) jiwa memperoleh alokasi 50 (lima puluh) kursi;

Uraian yang disebutkan dalam pasal 26 UU No. 10 Tahun 2008 sangat jelas. Pada ayat (1) disebutkan bahwa, jumlah Kursi DPRD Kabupaten/Kota ditetapkan paling sedikit 20 (dua puluh) dan paling banyak 50 (lima puluh). Ini berarti jumlah kursi untuk DPRD Kabupaten/Kota tidak boleh kurang dari 20 dan tidak boleh lebih dari 50. Jumlah kursi untuk DPRD Kabupaten/kota adalah 20, 21, 22, 23, dst sampai dengan 50 kursi. Selanjutnya, untuk mengetahui jumlah kursi DPRD di masing-masing Kabupaten/Kota pada ayat (2) disebutkan bahwa jumlah kursi DPRD Kabupaten/Kota ditentukan berdasarkan jumlah penduduk Kabupaten/Kota yang bersangkutan.

Berdasarkan ketentuan tersebut diatas, maka untuk Kabupaten Kutai Timur yang jumlah penduduknya sebesar 208.635 jiwa berlaku pasal 26 huruf (c), yakni Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 200.000 (dua ratus ribu) jiwa sampai dengan 300.000 (tiga ratus ribu) jiwa memperoleh alokasi 30 (tiga puluh) kursi. Dengan demikian, jumlah kursi di DPRD Kab. Kutai Timur bertambah dari 25 menjadi 30 kursi. Dengan adanya perkembangan dinamika masyarakat di Kab. Kutai Timur, maka jumlah perwakilan yang menyalurkan aspirasi politik masyarakat melalui DPRD Kab. Kutai Timur juga mengalami perkembangan menjadi 30 kursi.

Selanjutnya dalam pasal 27 UU No. 10 Tahun 2008, disebutkan bahwa :

  1. Daerah pemilihan DPRD kabupaten/kota adalah kecamatan atau gabungan kecamatan

  2. Jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPRD kabupaten/kota ditetapkan sama dengan pemilu sebelumnya

  3. Jumlah kursi anggota DPRD kabupaten/kota yang memiliki jumlah penduduk lebih dari 1.000.000 (satu juta) jiwa berlaku ketentuan pasal 26 ayat (2) huruf g

  4. Penambahan jumlah kursi sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (2) huruf g diberikan kepada daerah pemilihan yang memiliki jumlah penduduk terbanyak secara berurutan


Dari uraian pasal 27 ayat (1) diatas, didapatkan gambaran mengenai adanya pembagian Kabupaten/kota menjadi daerah-daerah pemilihan, dimana daerah pemilihan tersebut adalah kecamatan atau gabungan kecamatan. Daerah pemilihan kabupaten dibagi dalam kecamatan atau gabungan kecamatan, bukan desa atau gabungan desa. Definisi yang umum digunakan untuk kecamatan adalah wilayah kerja camat sebagai perangkat daerah kabupaten dan daerah kota. Dengan terbaginya kabupaten/kota ke dalam daerah-daerah pemilihan, maka jumlah kursi untuk daerah kabupaten/kota juga dibagi dalam masing-masing daerah pemilihan sesuai dengan jumlah penduduk pada masing-masing daerah pemilihan. Ketentuan mengenai alokasi kursi di masing-masing daerah pemilihan akan dijelaskan lebih lanjut dalam UU ini.

Selanjutnya pada ayat (2) disebutkan bahwa “jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPRD kabupaten/kota ditetapkan sama dengan pemilu sebelumnya”. Jika tidak dicermati secara mendalam, bunyi pasal 27 ayat (2) dapat mengantarkan kita pada kesimpulan bahwa pasal 27 ayat (2) ini menggugurkan/membatalkan jumlah kursi DPRD Kabupaten/kota yang bertambah sebagai akibat dari adanya ketentuan yang mengatur jumlah kursi didasarkan pada jumlah penduduk, sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (2). Dengan kata lain, bunyi pasal 26 dan pasal 27 ayat (2) adalah kontradiktif.

UU No. 10 ditetapkan oleh DPR RI pada tanggal 3 Maret 2008, diantara 2 Pemilu yang diselenggarakan 5 tahun sekali, yakni antara Pemilu 2004 dengan Pemilu yang akan diselenggarakan pada tahun 2009. UU ini juga tidak dibuat hanya untuk mengatur Pemilu yang akan diselenggarakan pada tahun 2009, tapi untuk mengatur penyelenggaraan Pemilu di Indonesia selama jangka waktu yang tidak ditentukan. Dengan berlakunya UU No. 10 Tahun 2008 ini, maka segala perbuatan dan keadaan -yang berkaitan dengan hukum,- yang dianggap tidak sesuai pada saat berlakunya UU ini, harus diubah.

Saat ini, di setiap kabupaten/kota sedang diselenggarakan pemerintahan daerah yang salah satu unsurnya adalah DPRD Kabupaten/Kota hasil Pemilu 2004. Dengan berlakunya UU No. 10 Tahun 2008, maka untuk daerah kabupaten/kota yang mengalami penambahan/pengurangan jumlah penduduk yang mengakibatkan bertambahnya/berkurangnya jumlah kursi DPRD seharusnya dilakukan penyesuaian ulang berdasarkan perhitungan suara untuk jumlah kursi di setiap daerah pemilihan pada Pemilu 2004. Dalam konteks inilah, pasal 27 ayat (2) menyatakan bahwa jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPRD Kabupaten/kota ditetapkan sama dengan Pemilu sebelumnya.

Asumsinya sederhana, jika setelah Pemilu 2009 diselenggarakan dan terjadi penambahan jumlah penduduk di Kabupaten/kota dalam jangka waktu sebelum Pemilu berikutnya (Tahun 2014) diselenggarakan, tentunya jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPRD di Kabupaten/kota tersebut tidak serta merta dapat bertambah. Jumlah kursinya hanya dapat bertambah setelah Pemilu berikutnya diselenggarakan (Tahun 2014). Hal ini selanjutnya dijelaskan dalam Pasal 29 ayat (1) yang menyebutkan bahwa “Jumlah kursi anggota DPRD Kabupaten/kota yang dibentuk setelah Pemilu ditetapkan berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang ini”.

Dari ketentuan ini dapat dipahami bahwa jumlah kursi untuk setiap daerah pemilihan DPRD Kabupaten/kota dengan berlakunya UU ini tidak dapat mengalami perubahan secara langsung kecuali melalui Pemilu. Sehingga meski jumlah kursi DPRD Kabupaten Kutai Timur dinyatakan bertambah menjadi 30 kursi menurut pasal 26 ayat (2) huruf c, penambahan kursi tersebut hanya dapat direalisasikan melalui Pemilu 2009.

Pada pasal 27 ayat (3), selanjutnya disebutkan bahwa “Jumlah kursi anggota DPRD kabupaten/kota yang memiliki jumlah penduduk lebih dari 1.000.000 (satu juta) jiwa berlaku ketentuan pasal 26 ayat (2) huruf g “, yang mengandung makna bahwa untuk DPRD kabupaten/kota yang memiliki jumlah penduduk lebih dari 1.000.000 (satu juta) jiwa mendapatkan pengecualian dari pasal 27 ayat (2). Dimana dengan berlakunya UU ini, KPUD harus segera melakukan penyesuaian jumlah kursi untuk DPRD kabupaten/kota yang memiliki jumlah penduduk lebih dari 1.000.000 (satu juta) jiwa berdasarkan hasil perhitungan suara pada Pemilu 2004. Dengan kata lain, KPUD harus melakukan penyesuaian segera setelah berlakunya UU ini tanpa harus menunggu Pemilu 2009 dilaksanakan.

Metode yang digunakan dalam melakukan penyesuaian tersebut, selanjutnya dijelaskan dalam pasal 27 ayat (4), yang menyebutkan bahwa “Penambahan jumlah kursi sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (2) huruf g diberikan kepada daerah pemilihan yang memiliki jumlah penduduk terbanyak secara berurutan”. Artinya, ketentuan dalam ayat ini, ditujukan untuk mengatur cara penambahan kursi berdasarkan hasil perhitungan suara pada Pemilu 2004, dimana penambahan kursi dilakukan pada setiap daerah pemilihan secara berurutan, namun berdasarkan jumlah penduduk.

Dalam Pasal 28 UU No. 10 Tahun 2008 disebutkan bahwa :

  1. Dalam hal terjadi bencana yang mengakibatkan hilangnya daerah pemilihan, daerah pemilihan tersebut dihapuskan

  2. Alokasi kursi akibat hilangnya daerah pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperhitungkan kembali sesuai dengan jumlah penduduk

Pasal 28 ini mengatur tentang terjadinya kondisi tertentu (tidak diharapkan) pada Kabupaten/kota. Namun, sebagai konsekuensi atas perhitungan jumlah kursi DPRD Kabupaten/kota yang didasarkan pada jumlah penduduk, maka perubahan jumlah penduduk mengakibatkan pula terjadinya perubahan alokasi kursi.

Pada prinsipnya, anggota DPRD Kabupaten/kota sebagaimana yang diuraikan dalam Naskah Akademik UU No. 10 Tahun 2008 adalah mewakili jumlah penduduk dan perwakilan kewilayahan. Sehingga, dalam pasal 28 UU No. 10 Tahun 2008 ini, hilangnya daerah pemilihan berarti hilangnya (berpindah) sejumlah penduduk pada daerah tertentu, sehingga dianggap tidak memenuhi lagi syarat pembentukan daerah pemilihan, sebagaimana yang akan dijelaskan lebih lanjut pada pasal 29 ayat (2) UU ini.

Dalam Pasal 29 UU No. 10 Tahun 2008 disebutkan bahwa :

  1. Jumlah kursi anggota DPRD kabupaten/kota yang dibentuk setelah Pemilu ditetapkan berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang ini

  2. Alokasi kursi dan daerah pemilihan anggota DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan paling sedikit 3 (tiga) dan paling banyak 12 (dua belas)

  3. Dalam hal terjadi pembentukan kabupaten/kota baru setelah Pemilu, dilakukan penataan daerah pemilihan di kabupaten/kota induk sesuai dengan jumlah penduduk berdasarkan alokasi kursi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

  4. Penataan daerah pemilihan di kabupaten/kota induk dan pembentukan daerah pemilihan di kabupaten/kota baru dilakukan untuk pemilu berikutnya

  5. Ketentuan lebih lanjut mengenai alokasi kursi dan daerah pemilihan anggota DPRD kabupaten/kota ditetapkan dalam peraturan KPU.

Pasal 29 ayat (1), adalah masih konsisten dengan pasal-pasal sebelumnya. Disebutkan bahwa : “Jumlah kursi anggota DPRD kabupaten/kota yang dibentuk setelah Pemilu ditetapkan berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang ini”. Ini berarti jumlah kursi anggota DPRD Kabupaten/kota, baik yang dibentuk setelah Pemilu 2004 maupun yang akan terbentuk melalui Pemilu 2009 dan pada Pemilu di tahun-tahun mendatang harus mengacu pada ketentuan sebagaimana yang ditetapkan dalam UU ini.

Pasal 29 ayat (2), “Alokasi kursi dan daerah pemilihan anggota DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan paling sedikit 3 (tiga) dan paling banyak 12 (dua belas)”. Dari jumlah masyarakat di Kabupaten/Kota dibagi dengan jumlah kursi DPRD Kabupaten/kota ditemukan perbandingan antara nilai satu kursi dengan jumlah masyarakat yang dikenal dengan sebutan angka kesetaraan. Dengan ditetapkannya batas alokasi kursi minimal 3 dan maksimal 12 untuk setiap daerah pemilihan, maka daerah pemilihan berarti memiliki batas minimal dan batas maksimal jumlah masyarakat.

Sampai disini penting untuk dicermati bahwa pembagian daerah pemilihan berdasarkan pasal 29 ayat (2) dilakukan bukan dengan terlebih dahulu menentukan akan dibagi berapa seluruh jumlah kursi ? Tapi, dilakukan dengan terlebih dahulu menentukan pembagian daerah pemilihan yang mempertimbangkan pendekatan sosiologis, kultural, dan aksesibilitas, mengingat secara prinsip anggota DPRD bukan hanya sebagai perwakilan penduduk dan melainkan juga perwakilan wilayah. Setelah daerah-daerah pemilihan ditentukan, maka selanjutnya dilihat apakah daerah pemilihan tersebut memenuhi syarat sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 29 ayat (2).

Pasal 29 ayat (3), diperuntukkan bagi daerah-daerah yang mengalami pemekaran atau penggabungan daerah. Dimana ketika terjadi pemekaran dan penggabungan daerah, maka akan terdapat daerah-daerah pemilihan yang hilang atau justru bertambah. Jika hal tersebut terjadi, maka disebutkan bahwa “Dalam hal terjadi pembentukan kabupaten/kota baru setelah Pemilu, dilakukan penataan daerah pemilihan di kabupaten/kota induk sesuai dengan jumlah penduduk berdasarkan alokasi kursi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)”.

Selanjutnya dalam pasal 29 ayat (4) disebutkan bahwa “Penataan daerah pemilihan di kabupaten/kota induk dan pembentukan daerah pemilihan di kabupaten/kota baru dilakukan untuk pemilu berikutnya”. Ini berarti bahwa ketika terjadi pembentukan kabupaten/kota induk/baru, maka jumlah kursi dan daerah pemilihan adalah ditetapkan sama dengan pemilu sebelumnya. Dimana, penataan daerah pemilihan di kabupaten/kota induk/baru dilakukan untuk pemilu berikutnya.

Pasal 29 ayat (5) menyebutkan bahwa “Ketentuan lebih lanjut mengenai alokasi kursi dan daerah pemilihan anggota DPRD kabupaten/kota ditetapkan dalam peraturan KPU”. Ini berarti, penentuan jumlah kursi dan daerah pemilihan DPRD Kabupaten/kota menjadi kewenangan KPU sebagai penyelenggara Pemilu berdasarkan ketentuan yang diatur dalam UU ini.

Jumlah Kursi dan Daerah Pemilihan DPRD Kabupaten Kutai Timur

Saat ini jumlah kursi di DPRD Kabupaten Kutai Timur adalah sebanyak 25 kursi. Jumlah tersebut, merupakan hasil penyelenggaraan Pemilu tahun 2004. Saat ini, jumlah penduduk di Kabupaten Kutai Timur telah meningkat menjadi 208.635 jiwa dan berdasarkan ketentuan pasal 26 ayat (2) UU No. 10 Tahun 2008, maka seharusnya jumlah kursi DPRD Kabupaten Kutai Timur bertambah menjadi 30 kursi.

Dengan bertambahnya jumlah kursi DPRD Kabupaten Kutai Timur akibat dari adanya pertumbuhan penduduk di Kabupaten Kutai Timur, maka perlu pula dilakukan penataan ulang daerah pemilihan agar sesuai dengan ketentuan sebagaimana yang diatur dalam pasal 29 ayat (2) UU No. 10 Tahun 2008, dan adanya perkembangan dinamika masyarakat.

Pertumbuhan penduduk di Kutai Timur cukup tinggi, yakni rata-rata 7,60% pertahun. Pertumbuhan penduduk sebagai modal dasar pembangunan merupakan dinamika yang seharusnya dibarengi dengan perkembangan ruang-ruang demokrasi dan partisipasi yang semakin terbuka.

Pada saat Pemilu 2004, dimana jumlah kursi DPRD Kabupaten Kutai Timur berjumlah 25 kursi, Daerah Pemilihan di Kabupaten Kutai Timur dibagi dalam 3 Zona Daerah Pemilihan, sebagai berikut :

Saat itu, Kabupaten Kutai Timur masih terbagi dalam 11 Kecamatan. Seiring dengan perkembangan dinamika yang terjadi dalam masyarakat dan dalam rangka meningkatkan aksesibilitas masyarakat, maka pada tahun 2005 di Kabupaten Kutai Timur kembali dilakukan pemekaran kecamatan dari 11 Kecamatan menjadi 18 Kecamatan, antara lain :

Pemekaran kecamatan tersebut antara lain di dorong oleh faktor-faktor sebagai berikut:

  1. Pertumbuhan Penduduk

  2. Luas Wilayah dan Kondisi Geografis

  3. Hubungan ekonomi dan sosial budaya masyarakat

Pertumbuhan penduduk di Kabupaten Kutai Timur terutama disebabkan karena adanya pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Di tahun 2007 saja, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kutai Timur mencapai 28,72% dari tahun sebelumnya, coba saja dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi daerah-daerah lainnya di Indonesia yang hanya berkisar 1-5% pertahun. Adanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi disebabkan berkembangnya investasi yang pada gilirannya membuka lapangan kerja sehingga menarik minat penduduk usia produktif dari daerah-daerah lain di Indonesia untuk menetap di Kabupaten Kutai Timur. Inilah alasan mengapa pertumbuhan penduduk yang terjadi di Kabupaten Kutai Timur sangat signifikan setiap tahunnya.

Kabupaten Kutai Timur juga memiliki wilayah yang sangat luas adalah 31. 884, 62 Km2. Bentangan alam di Kabupaten Kutai Timur didominasi wilayah pegunungan dengan luas sekitar 1.608.915 ha atau sekitar 45% dari luas wilayah Kabupaten Kutai Timur. Jumlah gugusan gunung yang terdapat di Kabupaten Kutai Timur adalah delapan Pegunungan, diantaranya Gunung Menyapa yang merupakan gunung tertinggi di Kabupaten Kutai Timur, dengan ketinggian mencapai 200 meter. Daerah bergelombang dan daerah perbukitan seluas 1.429.922,25 ha atau sekitar 40% dari luas wilayah Kabupaten Kutai Timur. Luas dataran sekitar 536.212,5 ha atau sekitar 15% dari luas wilayah Kabupaten Kutai Timur, yang terdiri dari daratan, rawa dan perairan berupa sungai dan danau.

Kondisi geografis sebagaimana diuraikan diatas, pada gilirannya mempengaruhi corak kehidupan masyarakat di bidang ekonomi, sosial dan budaya. Hampir tiap kecamatan di Kabupaten Kutai Timur, memiliki kecenderungan ekonomi dan sosial budaya yang berbeda. Untuk wilayah rantau pulung, bengalon, kaubun dan kaliorang misalnya, mayoritas terdiri dari kelompok masyarakat transmigran yang memiliki kebutuhan ekonomi berbeda dengan kecamatan lainnya. Wilayah sandaran, karangan, dan sangkulirang, merupakan wilayah pesisir sehingga kecenderungan mayoritas penduduknya adalah bermatapencaharian sebagai nelayan dan pedagang ikan. Sementara wilayah sengata selatan dan teluk pandan, masyarakat memiliki kecenderungan memenuhi kebutuhan hidupnya dari perkebunan dan pertanian. Demikian pula dengan kecamatan-kecamatan lainnya yang memiliki kecenderungan yang berbeda-beda satu sama lain.

Kondisi geografis tersebut juga telah membuat bentang jarak yang relatif cukup jauh antar kelompok masyarakat di kecamatan yang satu dengan kecamatan yang lainnya. Sulitnya hubungan antar kecamatan selain disebabkan karena luas wilayah dan kondisi geografis, juga disebabkan karena kondisi jalan darat yang masih sangat buruk. Sebagai gambaran, untuk dapat sampai ke Kecamatan Long Mesangat dari sengata, masyarakat pada umumnya lebih memilih mengambil jalan memutar dari sengata ke samarinda, lalu ke kutai kartanegara baru ke Long Mesangat dengan jarak tempuh sekitar 500km, daripada dari sengata ke Long Mesangat yang meskipun jaraknya lebih dekat namun membutuhkan waktu tempuh jauh lebih lama.

Untuk itu, perlu dilakukan penataan daerah pemilihan sesuai dengan kondisi daerah dan perkembangan dinamika dalam masyarakat di Kabupaten Kutai Timur mengacu pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Rekomendasi Daerah Pemilihan DPRD Kabupaten Kutai Timur

Pada prinsipnya, sebagaimana yang dituangkan dalam naskah akademik UU No. 10 Tahun 2008, anggota DPRD semestinya tidak hanya diposisikan sebagai perwakilan penduduk. Melainkan juga harus diposisikan sebagai perwakilan wilayah berdasarkan pendekatan sosiologis, kultural dan aksesibilitas sehingga dapat menunjang terwujudnya peningkatan kinerja anggota DPRD dalam menjalankan aktivitasnya selama 5 tahun ke depan.

Berdasarkan uraian yang telah disebutkan di muka, maka dapat kami ajukan beberapa opsi daerah pemilihan sebagai berikut :

I. USULAN PEMBAGIAN DAERAH PEMILIHAN PERTAMA

Sebagai pertimbangan, bentuk daerah pemilihan ini merupakan pembagian wilayah kerja KPUD Kabupaten Kutai Timur pada saat PILKADA Gubernur Kaltim diselenggarakan pada tanggal 26 Mei 2008 yang lalu, karena dipandang lebih efektif dan efisien. Sehingga pembagian daerah pemilihan ini, kami anggap telah terbukti dan teruji.

II. USULAN PEMBAGIAN DAERAH PEMILIHAN KEDUA

Usulan merupakan alternatif kedua yang ditawarkan, jika dianggap bahwa banyaknya daerah pemilihan justru mempersulit proses penyelenggaraan Pemilu sehingga daerah pemilihan perlu di minimalisir.

Penutup

Usulan pembagian daerah pemilihan ini sekali lagi, bukanlah kegiatan “bagi-bagi telur”, melainkan ususlan pembagian daerah pemilihan berdasarkan adanya perkembangan kondisi dan dinamika masyarakat yang dicermati di Kabupaten Kutai Timur sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Kita dapat memahami, bahwa KPU tentunya sangat berkepentingan agar penyelenggaraan Pemilu dapat terkoordinir dengan baik dan tidak menemui kendala yang berarti di lapangan. Namun, perlu dipahami bahwa Pemilu, -meski pada prinsipnya merupakan pesta demokrasi,- bukanlah tujuan, melainkan hanya sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat.

Kita semua berharap Pemilu 2009 dapat diselenggarakan secara baik, namun ukuran kesuksesan KPU dalam penyelenggaraan Pemilu bukan pada persoalan itu. Ukuran kesuksesan KPU dalam penyelenggaraan Pemilu adalah lahirnya pemerintahan yang mampu bekerja dengan baik selama 5 tahun ke depan. Dan, bagi kami, hal itu tentu saja sebuah catatan yang dapat menjadi kebanggaan tersendiri.

0 komentar:

 
© free template by Blogspot tutorial